Bandar Lampung, Trabasnews.id -Penyelewengan dana desa diprovinsi lampung kembali menjadi sorotan dalam diskusi public yang digelar perhimpunan mahasiswa hukum indonesia (PERMAHI) provinsi lampung, yang bekerja sama dengan direktorat krimanal khusus (DITKRIMSUS) polda lampung dan akademisi universitas bandar lampung (UBL),Selasa,03 Juni 2025
Tantangan dalam Struktur dan Sumber Daya. Polda Lampung menyatakan telah melakukan pengawasan aktif melalui Babinkamtibmas di tingkat desa dan unit Tipikor di tingkat Polres. Namun, mereka mengakui terdapat sejumlah faktor utama yang mendorong kepala desa melakukan korupsi, antara lain:
1. Praktik money politic saat pencalonan kepala desa, yang menciptakan efek domino pasca terpilih.
2. Rendahnya tingkat pendidikan dan pemahaman pengelolaan keuangan desa.
3. Tidak transparannya tahapan pengelolaan dana desa.
4. Penolakan terhadap pengawasan oleh aparat hukum maupun LSM.
5. Ketiadaan mekanisme check and balance yang sehat.
6. Pengangkatan perangkat desa yang tidak berbasis kompetensi.
Realita di Lapangan di Provinsi Lampung memiliki 2.654 desa, yang masing-masing menerima dana desa sekitar Rp 1 miliar per tahun. Sayangnya, banyak aparat desa tidak memahami Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, bahkan tidak mengetahui tugas pokok dan fungsinya ucap Dr. Zainudin akademisi UBL.
Karena nilai penyimpangannya di bawah Rp 1 miliar, penanganan kasus dana desa tidak menjadi domain KPK, melainkan dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan dan aparat penegak hukum lainnya yang memang harus di kawal contohnya PERMAHI lanjutnya Dr. Zainuddin.
Diskusi juga menyoroti minimnya SDM kejaksaan yang tidak mampu turun langsung ke desa, serta Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang kerap tidak memahami tugasnya atau terlalu dekat dengan kepala desa. Program seperti “Jaksa Garda Desa” dinilai perlu dievaluasi mengingat keterbatasan kapasitas di lapangan. Bahkan, tidak semua Babinkamtibmas dan Babinsa memahami secara utuh tugas dan wewenangnya dalam konteks pengawasan dana desa Ucap rosihan arobi (robi)
dilanjut lagi oleh saudara rosihan arobi (robi) yang melaporkan kepada awak media yang ada dilokasi Bahwasayna APH harus mengambil Tindakan tegas dan serius terhadap kasus penyelewengan dana desa yang sudah marak terjadi diprovinsi lampung, dana desa adalah sumber daya penting yang harus digunakan untuk Pembangunan dan peningkatan kesejahteraan Masyarakat yang ada di desa tersebut, bukan digunakan kepala desa tersebut untuk kebutuhan pribadi mereka, maka dari itu APH yang ada diprov. Lampunh harus Gerak cepat untuk menggulung kepala desa yang nakal ini agar desa-desa yang masih berkembang bisa menjadi lebih maju seperti desa-desa lainya. ucap rosihan arobi
Dirkrimsus Polda Lampung dan akademisi UBL sepakat bahwa solusi utama adalah:
• Pengawasan sejak tahap awal penyaluran dana.
• Edukasi dan pencegahan berbasis pemahaman hukum dan tata kelola keuangan desa.
• Kolaborasi lintas sektor antara masyarakat, aparat, akademisi, dan mahasiswa hukum yaitu PERMAHI.
Sebagai bagian dari masyarakat hukum, PERMAHI juga Berkomitmen untuk membuat skala prioritas intervensi di desa atau kecamatan tertentu melalui:
• Pemberian solusi regulatif atau advokasi kepada aparat desa.
• Koordinasi dengan Inspektorat Provinsi dan audiensi bersama Gubernur Lampung.
• Membina desa-desa sampel secara bertahap bersama akademisi, sebagai model kolaboratif antara masyarakat sipil dan pemerintah lanjut tri Rahmadona.
Penyelewengan dana desa bukan hanya persoalan hukum, melainkan masalah struktural dan sistemik. Kolaborasi lintas elemen, termasuk peran aktif mahasiswa hukum, menjadi salah satu kunci penting untuk menciptakan pengelolaan dana desa yang transparan, akuntabel, dan berpihak pada rakyat tutupnya Tri Rahmadona.
(*/Red)